Melihat adanya beberapa tokoh gereja yang terlibat kegiatan politik praktis, Gubernur Provinsi Sulawesi Utara, Sinyo Sarundajang menegaskan bahwa sudah seharusnya hal tersebut dihindari. Menurutnya ada batasan yang jelas antara pengurus atau tokoh gereja dan warga gereja dalam berpolitik.
"Dewasa ini gereja sering dijadikan arena politik. Dan pada prinsipnya gereja tidak boleh terlibat dalam kegiatan politik,” ungkap Sinyo yang juga menerangkan bahwa warga gereja sebagai bagian utuh dari warga negera Indonesia memiliki pilihan untuk berpolitik. "Tapi perlu diperjelas yakni politik yang santun, bukan politik praktis yang saat ini marak dipraktekkan para politikus untuk mencapai tujuan," katanya.
Menurut Sinyo saat ini gereja harus dibersihkan dari praktek politik praktis, dan bila ada tokoh-tokoh gereja yang ingin berpolitik praktis, baiknya menanggalkan baju keagamaannya serta tidak memakai simbol-simbol gereja untuk mencapai tujuan politik praktisnya. "Mereka secara sengaja mengawinkan ajaran agama dengan politik praktis. Hal seperti inilah yang harus dibersihkan. Warga gereja tidak dilarang untuk berpolitik, karena pada dasarnya politik merupakan bahasa untuk pencapaian kesejahteraan rakyat."
Untuk itu dirinya melihat bahwa warga gereja perlu melibatkan diri dalam politik, karena politik itu adalah sesuatu yang baik, yaitu memperjuangkan dan menegakkan hak asasi manusia, serta perlindungan kaum minoritas. "Untuk hal baik seperti ini warga gereja harus merasa terpanggil untuk mendukungnya. Tetapi kalau politik dalam arti gerakan untuk merebut kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, itulah yang harus dihindari."
Gereja dan politik adalah dua hal berbeda dalam kacamata bernegara. Meskipun gereja dapat menjadi lembaga dan medium yang dapat menyatakan aspirasinya terhadap pemerintah, bukan berarti setiap tokohnya dapat terjun ke dunia politik. Untuk itulah diperlukan setiap Kristen yang mengerti dunia politik dan fokus didalamnya untuk membawa suara gereja terhadap kemaslahatan bangsa.
Sumber : Waspada